Quintel Blogger theme

A free Premium Blogger theme.

Kami Siap Melayani Pemesanan Segala Jenis Pupuk Yang berkualitas Dan Berkadar Non Subsidi ke seluruh wilayah di indonesia, Untuk info lebih Lanjut Bisa hub. Alamat Di bawah ini:

Nama : Bpk. Indra
Alamat : Sidayu Gresik
No. Telp : 082391699911
e-mail : indralow1@gmail.com
Tampilkan postingan dengan label Insektisida. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Insektisida. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Juli 2013

Hama Ulat Artona pada Tanaman Kelapa

Ulat artona adalah salah satu hama penting bagi budidaya tanaman kelapa. Ulat yang tergolong dalam family Zyganidae dan ordo Lepidoptera ini hidup dengan melewati 4 fase dalam siklus metamorfosisnya, yakni telur, larva (ulat), kepompong, dan imago (serangga dewasa).


Telur, telur ulat antona berwarna kuning, berbentuk bulat lonjong, dengan panjang 2, 5 mm dan lebar 1,0 mm. Telur biasa diletakan oleh imago betina (kupu dewasa) di luka bekas gerekan kumbang Oryctes pada batang tanaman. Kumbang betina dapat bertelur sebanyak 500 butir setiap kali bereproduksi. Telur akan menetas menjadi larva pada usia 3 sd 4 hari setelah diletakan.

Larva, larva ulat antona berwana putih kekuning-kuningan, bening, berukuran panjang 11 mm. Di sepanjang punggungnya, tampak garis lebar yang berwarna hitam ungu. Kepala larva berwarna kuning kemerah-merahan dan bagian tubuh depan lebih besar dibandingkan bagian tubuh belakang. Larva akan menjadi kepompong setelah usia 17 sd 22 hari dari awal penetasannya.

Kepompong, kepompong ulat artona dibungkus selapis kulit (kokon) berwarna merah sawo matang. Panjang kepompong ini antara 12 sd 14 mm dengan diameter 6 sd 7 mm. Kepompong menjadi imago atau serangga dewasa pada usia 10 sd 12 hari.

Kupu artona, kupu artona berukuran panjang 10 sd 15 mm dengan jarak antar sayap (lebar) 13 sd 16 mm. Sayap biasanya berwarna hitam merah hingga hitam kecoklat-coklatan. Pada bagian kuduk, kupu ini memiliki semacam sisik berwarna kuning. Sisik tersebut juga ada pada bagian bawah dan pinggir sayapnya. Kupu artona duduk hingga dengan ke dua kakinya sepanjang hari. kupu ini duduk berjajar bersama sejenisnya pada  anak daun kelapa yang menggantung atau pada pohon lain. Kupu hanya bergerak dan aktif pada pagi dan sore hari. kupu betina biasanya lebih aktif dengan mengitari beberapa pohon kelapa untuk mencari kupu jantan untuk dibuahi. Biasanya setelah dibuahi, 2 hari kemudian kupu betina akan bertelur dan meletakan telurnya pada lubang-lubang bekas gerekan Oryxtes.

Selasa, 09 Juli 2013

Lalat Bibit Kacang (Ophiomya phaseoli)

Lalat bibit kacang (Ophiomya phaseoli) adalah salah satu hama penting yang sering menyerang pada tanaman kedelai dan kacang-kacangan lainnya. Lalat ini menyereang sejak tanaman mulai muncul atau tumbuh di permukaan tanah hingga 10 hari setelahnya. Lalat yang tentu saja masuk dalam ordo diptera ini masuk dalam family Agromyzidae.

Lalat Bibit Kacang (Ophiomya phaseoli)


Lalat betina meletakan telurnya pada tanaman muda yang baru tumbuh dipermukaan tanah. Telur tersebut biasanya diletakan dalam lubang tusukan yakni antara jaringan epidermis atas dan bawah keping biji. Telur lalat iniberwarna putih seperti mutiara dengan bentuk lonjong berukuran panjang 0,31 mm dan lebar 0,15.  Telur tersebut setelah selang 2 hari dari awal peletakannya akan menetaskan dan mengeluarkan larva . larva tersebut akan menggerek keping biji kacang yang ditanam atau ke pangkal helaian daun pertama dan ke dua. Jika gerekan dimulai dari batang, larva akan menggerek hingga pangkal batang dan kemudian bermetamorfosis menjadi kepompong. Kepompong berwarna kuning pada awalnya kemudian menjadi kecoklat-coklatan. Panjang larva dan kepompong biasanya mencapai 3, 75 cm.

Serangan lalat kacang dapat diidentifikasi melalui adanya bintik-bintik putih pada pangkal daun pertama atau pada keping biji yang di tanam. Bintik-bintik tersebut merupakan bekas tusukan lalat kacang betina saat meletakan telur.

Serangan lalat kacang pada tanaman dapat dicegah melalui penggunaan mulsa jerami. Penggunaan mulsa jerami dimaksudkan agar lalat kacang betina kesulitan jika akan meletakan telurnya pada bibit muda. Jika dalam intensitas serangan yang tinggi yakni telah mencapai ambang batas kendali dengan kerapatan populasi sekitar 50 imago per rumpun, lalat kacang dapat dikendalikan melalui aplikasi insektisida sistemik pada saat tanaman atau bibit yang ditanam berumur 7 hari.

Minggu, 07 Juli 2013

Hama dan Penyakit Tanaman Kakao

Usaha budidaya tanaman kakao memang banyak sekali mengenal berbagai jenis hama dan penyakit. Hama dan penyakit inilah yang sering kali menyebabkan tujuan budidaya tidak tercapai secara optimal. Oleh karena itulah, pengenalan berbagai jenis hama dan penyakit beserta siklus hidup dan cara pengendaliannya mutlak diperlukan untuk dapat menekan kerugian yang ditimbulkan dari serangan organisme-organisme pengganggu tanaman ini.

Hama dan Penyakit Tanaman Kakao


Sedangkan beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman kakao adalah penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phythoptora palmivora, penyakit kanker batang tanaman kakao Phythoptora palmivora, penyakit VSD (Vaskular Streak Dieback) tanaman kakao yang disebabkan oleh infeksi cendawan Oncobasidium theobromae, dan penyakit jamur akar tanaman kakao yang disebabkan oleh cendawan Rigidoporus microporus, Ganoderma pseudoforeum, dan Fomes lamaoensis.

Pengenalan gejala serangan pada tanaman, organisme penyebab, siklus hidup, dan teknik pengendalian yang tepat dari beberapa serangan organisme pengganggu tersebut adalah penting demi tercapainya tujuan dunia perkakaoan tanah air. Yang perlu diingat adalah bahwa berbagai hama dan penyakit yang akan dibahas sebetulnya dapat dikendalikan melalui pemangkasan yang tepat waktu, tepat jenis, tepat cara, dan tepat sasaran.

Jumat, 05 Juli 2013

Ulat Kantong (Clania sp. dan Mahasena sp.)

Ulat kantong (Clania sp. dan Mahasena sp.) adalah hama yang biasa menyerang daun-daun kakao hingga menyebabkan tanaman menjadi gundul. Ulat ini juga dapat menyerang kulit kayu cabang yang masih muda. Jika daun-daun pada tanaman telah gundul karena habis dimakan, serangan ulat kantong dapat beralih ke tunas-tunas baru yang tumbuh, sehingga dapat menyebabkan kematian pucuk.

Siklus hidup
Ulat kantong biasanya membuat kantong yang diproduksi dari zat kelenjar sutra sebagai pelingung tubuhnya. Kantong yang panjangnya bisa mencapai 6 cm ini biasa direkatkan pada bagian tanaman yang diserangnya, seperti daun dan ranting tanaman kakao. Kantong bagian bawah dilengkapi dengan lubang yang berfungsi sebagai pembuang kotoran. Jika bagian tanaman di sekitar ulat kantong habis termakan, ulat bersama kantongnya akan pindah ke bagian tanaman lainnya yang masih memiliki persediaan makanan yang banyak.

Ulat Kantong (Clania sp. dan Mahasena sp.)

Ulat berkepompong di dalam kantongnya dengan merubah posisi. Biasanya pada fase larva, kepala ulat berada di atas, sedangkan pada fase kepompong kepala ulat berada di bagian bawah kantong. Setelah menyelesaikan fase kepompongnya yang berlangsung antara 5 sd 7 hari, kepompong berubah menjadi ngengat. Ngengat betina akan tetap tinggal di dalam kantong, sedangkan ngengat jantan yang memiliki sayap akan keluar mencari ngengat betina untuk dikawini. Perkawinan terjadi melalui ujung kantong yang terbuka. Setelah terbuahi, ngengat betina kemudian bertelur di dalam kantong tersebut. Telur kemudian menjadi larva dan keluar dari dalam kantong. Larva berpindah ke bagian tanaman lain dengan angin dan bantuan benang sutera yang dikeluarkannya.

Pengendalian
Populasi dan serangan ulat kantong dapat dikendalikan dengan mengaplikasikan insektisida lambung seperti dipterex dan thuricide. Penggunaan insektisida dari jenis racun lambung didasari pada alasan karena ulat ini hidup di dalam kantong.

Kamis, 04 Juli 2013

Kutu Putih (Planococus citri) si Hama Kakao

Kutu putih (Planococus citri) adalah kutu yang dapat menjadi hama dan sekaligus juga dapat menjadi alternatif pengendalian hama lainnya seperti penggerek buah kakao dan penghisap buah kakao. Kutu yang temasuk ke dalam family pseudococeae dan ordo homoptera ini menjadi hama jika menyerang bunga, calon buah, tunas, dan daun-daun muda tanaman kakao. Sedangkan jika menempel pada buah, kutu putih justru dapat mengundang semut hitam yang merupakan predator beberapa hama.

Kutu Putih (Planococus citri) Kakao

Serangan kutu putih pada tunas daun menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang tidak normal pada daun tersebut dan terjadinya pembengkokan pada cabang yang terbentuk dari tunas yang terserang. Serangan kutu putih pada bunga dan calon buah dapat menyebabkan pertumbuhan buah menjadi abnormal. Sedangkan pada buah dewasa, serangan kutu putih tidak menimbulkan masalah yang berarti.

Siklus hidup
Siklus hidup kutu putih dimulai dari imago. Imago yang berwarna orange dan tubuhnya diselimuti lapisan lilin berwarna putih memiliki sepasang sayap tembus pandang pada jantannya sedangkan imago betinanya tidak memiliki sayap. Imago betina meletakan telur tepat dibawah tubuh induknya. Telur tersebut umumnya berwarna putih dan diselimuti benang-benang halus yang juga berwarna putih. Setelah menetas, telur menjadi larva yang berwarna kuning dan tubuhnya dilapisi oleh lapisan lilin yang tidak terlalu tebal.

Pengendalian
Kutu putih dapat dikendalikan dengan mengembangbiakan semut hitam yang dapat mempredasi telur dan memakan selaput atau lapisan lilin pada tubuh kutu putih. Lapisan lilin pada tubuh kutu putih ini diketahui memiliki kandungan zat tepung (karbohidrat) yang sangat disukai oleh semut hitam. Namun, pada intensitas serangan yang terlalu tinggi, populasi kutu putih juga dapat dikendalikan dengan aplikasi insektisida berbahan aktif fosfamidon, karbaril, dan monokrotofos.

Jumat, 28 Juni 2013

Penggerek Batang Tanaman Kakao (Zeuzera coffear)

Penggerek batang kakao (Zeuzera coffeae) adalah salah satu hama penting bagi tanaman kakao yang dapat merusak kualitas maupun kuantitas produksi tanaman. Penggerek batang kakao merupakan serangga dari family cossidae dan ordo lepidoptera. Fase penyerangan hama ini sebetulnya terjadi saat serangga masih berada dalam fase ulat.

Ulat zeuzera dapat menggerek cabang bahkan batang pokok tanaman sehingga menyebabkan tanaman mudah patah atau pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Jika ulat zeuzera sudah keluar pertumbuhan batang yang digerek biasanya kembaku normal. Namun pada serangan yang lebih berat, serangan hama ini dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman. Serangan hama ulat penggerek batang dapat diidentifikasi melalui adanya liang gerekan pada batang disertai dengan adanya kotoran berbentuk silindrik dan berwarna merah kehitam-hitaman yang keluar dari liang gerekan.


Penggerek Batang Tanaman Kakao (Zeuzera coffear)

Siklus Hidup

Imago serangga zeuzera yang aktif pada malam hari (nokturnal) ini bertelur selama 6 sd 8 kali sehari, sedangkan periode bertelurnya berlangsung 5 sd 6 hari. Imago betina dapat memproduksi telur sebanyak 500 sd 1.000 butir selama masa hidupnya. Telur biasanya diletakan di celah kulit-kulit pohon yang membuka. Telur zeuzera dapat diidentifikasi dari dimensinya yakni panjang 1 mm, lebar 0,5 mm, dan berwarna kuning kemerah-merahan.

Telur biasanya menetas menjadi ulat penggerek batang setelah10 sd 11 hari setelah diletakan. Ulat berwarna merah cerah dengan panjang 3 sd 5 mm. Ulat tersebut dapat menggerek cabang bahkan batang tanaman dan menyebabkan cabang atau batang yang terserang menjadi kopong dan menyisakan sedikit lapisan xilem dan floemnya saja. Ulat tersebut sering berpindah dari satu lubang gerekan ke bagian cabang atau batang lainnya untuk membuat gerekan baru. Liang gerekan dibuat umumnya sedalam 40 sd 50 cm dengan diameter liang sekitar 1 sd 1,2 cm.  Tiap liang gerekan umumnya ditinggali oleh satu ekor ulat saja.

Ulat bermetamorfosis menjadi kepompong umumnya pada usia 81 sd 151 hari setelah ditetaskan. Ulat berkepompong di dalam kamar kepompong yang panjangnya 7 sd 12 cm yang dibuat dalam liang gerekan. Liang gerekan ketim ulat tengah berada pada fase kepompong umumnya ditutup bagian atas dan bawahnya menggunakan kotoran atau sisa gerekan.

Kepompong menjadi ngengat (imago) setelah 21 sd 30 hari setelah dimulainya fase kepompong. Untuk menjadi ngengat jantan, lama stadium kepompong memerlukan waktu 27 sd 30 hari, sedangkan untuk menjadi ngengat betika memerlukan waktu 21 sd 23 hari. Imago keluar dari liang gerekan dan kamar kepompong dengan meninggalkan kulit kepompong pada liang gerekan. Imago ini kemudian meneruskan siklus hidupnya dengan meletakan telurnya pada tanaman kakao lainnya. Hama ini juga dapat menginang pada beberapa tanaman selain kakao, seperti bungur, jati, mahoni, randu, jambu biji, kopi, dan kina.

Pengendalian
Pengendalian penggerek batang kakao dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari cara kultur teknis, pengendalian secara hayati, hingga cara-cara kimiawi menggunakan insektisida.

1. Pengendalian kultur teknis
Pengendalian dengan cara kultur teknis dapat dilakukan dengan sanitasi dan pemusnahan cabang atau batang tanaman yang terserang agar siklus hidup hama ini dapat terhenti. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan penyemprotan larutan garam pada liang gerekan menggunakan handshack agar ulat penggerek dapat keluar untuk kemudian dimusnahkan.

2. Pengendalian hayati
Pengendalian secara hayati dilakukan dengan mengaplikasikan musuh alami ulat penggerek batang. Musuh alami tersebut salah satunya adalah jamur Beauveria bassiana yang bersifat patogenesis. Efektivitas jamur ini dalam mengendalikan serangan ulat penggerek batang diketahui dapat mencapai 100%. Untuk mengendalikan ulat zeuzera pada kebun seluas 1 hektar hanya dibutuhkan 60 gram jamur Beauveria bassiana. Jamur tersebut di kemudian dilarutkan pada 1 liter larutan air deterjen untuk selanjutnya disaring dengan kain dan dilarutkan kembali dalam 4 liter air bersih. Larutan inilah yang lalu disemprotkan ke liang-liang gerekan . ulat zeuzera dapat mati pada 4 sd 5 hari setelah terinfeksi.

Pengendalian hayati juga dapat dilakukan dengan menginokulasi musuh alami yang bersifat predator seperti Amyosoma zeuzera, Eucarcella kockiana, dan Sturnia chatterjaena.

3. Pengendalian kimiawi
Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan menyumbat liang gerekan menggunakan kapas yang sudah dicelupkan dalam larutan insektisida atau dengan langsung menyuntik liang gerekan menggunakan insektisida tersebut.

Kamis, 27 Juni 2013

Penghisap Buah Kakao (Helopeltis sp.)

Penghisap buah kakao (Helopeltis sp.) adalah hama penting bagi usaha budidaya tanaman kakao yang dapat menimbulkan kerusakan pada beberapa bagian tanaman seperti buah, daun muda, hingga kuncup buah. Hama yang termasuk ke dalam family miridae dan ordo hemiptera ini menyerang dengan cara menghisap bagian-bagian tanaman tadi menggunakan mulutnya. Bekas hisapan pada bagian tanaman tersebut biasanya akan meninggalkan bekas berupa bercak-bercak hitam. Bercak tersebut timbul akibat cairan ludah yang dikeluarkan serangga ini ketika akan menghisap. Serangga penghisap buah ini dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar jika terjadi infeksi atau menjadi vektor beberapa jamur penyebab penyakit tanaman seperti jamur Fusarium solani, Aspergilus sp., Glomella cingulata, Botryodiploida theobromae, dan Penicillium janthinellum.

Penghisap Buah Kakao (Helopeltis sp.)

Siklus hidup
Penghisap buah kakao (Helopeltis sp.) tersebar di beberapa negara penghasil kakao seperti Malaysia, Indonesia, Afrika Barat, Afrika Timur, Papua New Guinea, dan Amerika Selatan. Hingga saat ini Helopeltis sp. diketahui terdiri dari 13 spesies yang 2 spesies diantaranya terdapat di Indonesia. Ke dua spesies tersebut adalah H. antonii Sign. dan H. theivora Watt.

Imago helopeltis sp dapat diidentifikasi dari beberapa penampilan fisiknya yang antara lain terdapatnya jarum penusuk pada mesoskutelumnya, berwarna coklat kehitam-hitaman pada serangga jantan, berwarna coklat kemerah-merahan pada serangga betina, tungkai berwarna coklat kelabu, punggung berwarna hijau kelabu, dan panjang tubuhnya 6,5 sd 7,5 mm. Serangga yang tumbuh optimal pada ketinggian 200 sd 1.400 meter di atas permukaan laut ini, dapat hidup sampai 50 hari.

Imago betina dapat bertelur sebanyak 235 butir selama 34 hari. Telur tersebut biasanya diletakan di permukaan buah muda. Telur berbentuk lonjong berwarna putih dengan panjang sekitar 1 mm.

Telur menetas dan menjadi nimfa setelah 6 sd 8 hari setelah diletakan. Nimfa yang keluar berbulu halus dan belum memiliki jarum. Nimfa tersebut akan dewasa setelah mengalami 4 kali ganti kulit dan jaru akan mulai nampak ketika ganti kulit pertama pada nimfa. Periode nimfa biasanya berlangsung selama 12 sd 14 hari sebelum kemudian berubah menjadi serangga dewasa (imago).

Populasi dan serangan hama penghisap buah kakao umumnya meningkat saat musim hujan karena pada musim hujan intensitas penyinaran matahari semakin kecil, kelembaban udara semakin tinggi, dan kecepatan angin semakin rendah. Kondisi seperti ini sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan hama ini.

Pengendalian
Helopeltis dapat dikendalikan dengan berbagai cara seperti pengendalian hayati, pengendalian kultur teknis, dan pengendalian kimiawi.

1. Pengendalian kultur teknis
Pengendalian kultur teknis merupakan pengendalian yang paling efektif dalam menurunkan intensitas serangan hama penghisap buah kakao. Pengendalian dengan cara ini dilakukan dengan menerapkan panen sering untuk memutus siklus hidupnya pada stadia telur, pemupukan berimbang untuk meningkatkan sestem kekebalan tanaman, kondomisasi buah kecil menggunakan plastik, dan pemangkasan teratur untuk membuar agar kondisi kebun tidak disukai oleh hama ini.

2.  Pengendalian hayati
Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan melepaskan beberapa musuh alami helopeltis seperti belalang sembah, kepik predator, laba-laba, dan semut hitam. Pelepasan semut hitam merupakan teknik pengendalian hayati yang paling sering digunakan hingga saat ini. Untuk membuat semut hitam dapat hidup dengan optimal dikebun perlu dilakukan beberapa cara seperti inokulasi kutu putih dan pembuatan sarang dari seresah daun pada pecabangan tanaman (jorquete).

3. Pengendalian kimia
Pengendalian kimia dilakukan dengan aplikasi insektisida seperti Baytroid 50 EC, Sumithion 50 EC, Lannate 50 EC, Orthene 75 EC, dan Leboycid 550 EC.

Rabu, 26 Juni 2013

Penggerek Buah Kakao (Conophomorpha cramerella)

Penggerek buah kakao (Conophomorpha cramerella) adalah hama penting yang paling sering menyerang tanaman kakao Indonesia. Hama ini menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil tanaman yang dibudidayakan dengan kerugian mencapai hingga 85%. Larva penggerek buah kakao yang juga dapat menginang pada tanaman rambutan ini, menggerek buah dan menyebabkan daging buah membusuk. Setelah kemudian ditinggalkan larva, pertumbuhan buah dan biji yang telah terserang akan menjadi terganggu. Biji akan saling menempel satu sama lain karena plasenta buah habis dimakan larva. Serangan penggerek buah kakao juga menyebabkan biji menjadi berdempetan dan kadar lemak biji menjadi turun hingga 4 sd 5 %. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa, kadar lemak merupakan salah satu komponen yang ditinjau dari penentuan mutu biji kakao.


Siklus hidup
Untuk menyelesaikan satu kali siklus hidupnya, hama PBK membutuhkan waktu antara 27 sd 33 hari. Imago alias ngengat PBK aktif menyerang di malam hari. Memiliki tubuh sepanjang 7 mm dan lebar 2 mm. Imago memiliki sayap berwarna hitam bergaris putih dan dapat terbang dengan jangkauan yang tidak terlalu jauh.

Ngengat biasa meletakan telur pada lekukan buah-buah muda yang panjangnya tidak lebih dari 7 cm, telur tersebut berwarna kemeraha-merahan hingga jingga dan berbentuk bulat lonjong berukuran panjang 0,4 mm dan lebar 0,2 mm. Lama stadia telur adalah 6 sd 7 hari.

Setelah menetas, telur menjadi larva dan mulai menggerek ke dalam buah kakao muda. Lubang gerekan biasanya terletak di bagian bawah tempat peletakan telur. Larva PBK yang panjangnya sekitar 1 mm dan berwarna kuning muda ini hidup, tinggal, dan menggerek di dalam buah selama 15 sd 18 hari.

Setelah waktu tersebut, larva kemudian keluar dari buah dan menjatuhkan diri ke tanah menggunakan benang-benang halus untuk kemudian menggulung dirinya dan menjadi kepompong di seresah-seresah daun di atas permukaan tanah. Lama stadia kepompong PBK tak lebih dari sekitar 6 hari.

Pengendalian

Pengendalian PBK dapat dilakukan dengan menerapkan rempesan buah dan atau panen sering, pelepasan musuh alami berupa semut hitam, inokulasi kutu putih, kondomisasi buah muda, pemangkasan teratur, pemupukan, dan aplikasi insektisida.

Selasa, 25 Juni 2013

Ulat Kilan


Ulat kilan adalah salah satu hama yang sering menyerang beberapa komoditas hortikultura seperti kedelai, kacang hijau, kentang, dan beberapa komoditas kacang-kacangan lainnya. Ulat yang juga dikenal dengan nama ulat jengkal ini dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah Green Semilooper. Dinamai ulat kilan atau ulat jengkal karena gerakan ulat ini ketika berjalan hampir menyerupai gerakan jari orang ketika mengukur panjang sesuatu. Ulat kilan memiliki beberapa spesies seperti Plusia chalcites, Pseudoplusia includens, dan Chrysodeixis chalcites.



Siklus hidup
Telur diletakkan oleh imago secara berkelompok di bagian bawah permukaan daun. Jumlah telur dalam kelompok umumnya sekitar 50 butir. Telur menetaskan larva pada umur 3 hari setelah diletakan. Larva ulat kilan berwarna hijau. Larva menjadi menjadi pupa dalam anyaman daun tanaman yang terserang, Lama stadium pupa  adalah 6 hari.

Larva ulat kilan menyerang daun-daun yang suda agak tua dengan cara menggigit daun dari arah pinggir. Pada serangan yang berat, semua bagian daun akan habis dan menyisakan tulang daunnya saja.

Pada tanaman kacang-kacangan, larva menyerang daun-daun tua ketika umumnya tanaman tengah dalam fase pengisian polong, sehingga serangan ulat kilan sering menyebabkan penurunan berat biji.

Ulat kilan dapat dikendalikan dengan beberapa cara yang meliputi sanitasi atau kultur teknis, pengendalian hayati, dan pengendalian kimiawi.
  1. Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan sanitasi dan membuang semua daun tanaman yang dijadikan tempat meletakan telur ulat kilan.
  2. Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan melepaskan beberapa burung sebagai musuh alami dan mengapilkasikan beberapa patogen seperti SL Npv.
  3. Pengendalian kimia dapat dilakukan dengan mengaplikasikan beberapa insektisida racun kontak seperti Decis 2,5 EC, Hopcin 50 EC, Thiodan 35 EC, dan Hostathion 40 EC.

Penyakit Layu Bakteri

Penyakit layu bakteri adalah salah satu penyakit yang sering menyerang beberapa komoditas hortikultura seperti tomat, kacang tanah, cabai, kentang, dan tembakau. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Pseudomonas solanacearum pada bagian tanaman tertentu seperti daun, batang, dan umbi. Serangan penyakit layu bakteri dapat diidentifikasi dari gejala-gejala serangan yang ditimbulkan.


Gejala serangan penyakit layu bakteri:
Pada awalnya daun muda menjadi layu dan lalu diikuti oleh menguningnya daun-daun tua. Jika batang, cabang, atau tangkai daun tanaman yang terinfeksi dipotong, berkas pembuluh batangnya akan tampak berwarna coklat. Pada serangan di stadium lebih lanjut, pembuluh batang akan mengeluarkan massa bakteri dalam bentuk lendir berwarna putih susu pada tomat dan berwarna keabu-abuan pada kentang. Jika potongan batang tersebut dimasukan ke dalam gelas yang berisi air jernih, akan tampak benang-benang putih halus keluar dari pembuluh batang. Benang-benang putih halus  yang akan putus jika digoyang itulah yang disebut massa bakteri. Perlakuan tersebut merupakan salah satu cara untuk membedakan penyakit layu bakteri dan penyakit layu fusarium.

Pada kasus lain, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas  solanacearum  ini, dapat juga menyerang umbi kentang. Umbi kentang yang terserang layu bakteri dapat diidentifikasi dengan adanya endapan hitam pada salah satu ujung umbi tersebut. Jika umbi dipotong, akan terlihat jaringan yang membusuk dan berwarna coklat. Pada lingkaran berkas pembuluh umbi, terdapat lendir-lendir berwarna krem hingga kelabu.

Pencegahan dan pengendalian penyakit layu bakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti cara kultur teknis dan cara kimiawi. Cara kultur teknis dilakukan melalui pergiliran tanaman, dan perbaikan drainase, sedangkan cara kimiawi dapat dilakukan melalui sterilisasi tanah menggunakan fumigan seperti Basamid-G dan aplikasi bakterisida terutama pada lahan yang menerapkan sistem mulsa plastik seperti tomat dan cabai.

Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thumb)

Walang sangit (Leptocorisa acuta Thumb) adalah salah satu hama penting bagi usaha budidaya tanaman padi. Hama ini menyerang saat tanaman padi tengah berda fase generatif. Hama yang dalam bahasa inggri-nya lebih dikenal dengan istillah Rice Bug ini, biasa meletakan telurnya di atas permukaan daun padi dan rumput-rumputan disekitar tanaman padi secara berkelompok dalam 1 sampai 2 baris. Satu kelompok telur rata-rata terdapat 1 sampai 21 butir. Telur walang sangit berwarna hitam dengan bentuk menyerupai segienam pipih. Periode telur rata-rata diselesaikan selama 57 hari. Nimfa berwarna hijau muda dan saat dewasa berubah menjadi coklat kekuning-kuningan pada bagian perut (abdomen) dan bersayap coklat. Serangga ini hidup rata-rata selama 80 hari. Walang sangit aktif menyerang saat pagi dan sore hari, sedangkan saat siang hari ia bersembunyi dan berlindung di bawah pohon yang lembab.

Walang Sangit (Leptocorisa acuta Thumb)

Serangga dewasa (imago) dan nimfa menyerang butir-butir padi dari mulai berbunga sampai butir padi menguning dan siap panen. Serangan yang terjadi saat butir padi belum mencapai matang susu dapat menyebabkan biji padi (gabah) menjadi hampa. Sedangkan serangan yang terjadi saat bulir padi telah berisi dan menjelang masak dapat menyebabkan gabah menjadi berwarna hitam kecoklatan dan menurunkan kualitas dan penampilan buah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 5 ekor walang sangit dalam 9 rumpun padi dapat menurunkan produktivitas hasil hingga 15%.

Hama walang sangit dapat dikendalikan serangannya menggunakan berbagai cara yang meliputi cara pengendalian hayati, cara pengendalian kultur teknis, dan pengendalian kimiawi.
  1. Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menggunakan hewan-hewan moluska seperti siput, keong, dan bekicot yang telah membusuk di tengah sawah. Hama walang sangit akan tertarik pada bau wang ditimbulkan dari hewan moluska yang membusuk ini dan mengalihkan serangannya pada tanaman padi. Pengendalian hayati juga dapat dilakukan menggunakan predator walang sangit seperti burung pipit, capung, dan laba-laba sawah.
  2. Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan menggunakan benih padi varietas tahan seperti IR64 dan Muncul.
  3. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan aplikasi insektisida lambung pada pagi atau sore hari saat walang sangit tengah aktif. Jenis insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida dari golongan organofosfat seperti Hopcin 50 EC.

Senin, 24 Juni 2013

Ulat Tanah (Agrotis sp.)

Ulat tanah (Agrotis sp.) adalah salah satu hama penting bagi beberapa tanaman budidaya seperti kacang tanah, kentang, tembakau, cabai, tomat, bawang, kubis, jagung, kentang, dan lain sebagainya.  Hama yang dalam bahasa Inggris-nya dikenal dengan istilah Cut Worms ini, sering menimbulkan beberapa masalah dalam usaha budidaya pertanian Indonesia, baik itu di pembibitan tanaman perkebunan maupun dalam budidaya tanaman hortikultura.  Kendatipun demikian, sebetulnya tidak semua spesies ulat tanah dapat menjadi hama, karena tak jarang mereka juga menjadi makroflora tanah yang baik untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

Ulat tanah (Agrotis sp.)

Di Indonesia, beberapa spesies ulat tanah yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hanya ada 3 jenis yakni Agrotis Ipsilon, Agrotis Segetum, dan Agrotis interjection.
  1. Ulat Agrotis Ipsilun berwarna coklat tua hingga kehitaman dengan tampilannya agak mengkilap dan dilengkapi dengan garis coklat pada ke dua sisinya.
  2. Ulat Agrotis Segetum berwarna colat tua sampai hitam,
  3. Ulat Agrotis Interjection berwarna coklat muda dengan garis-garis membujur pada hampir seluruh tubuhnya.

Semua spesies ulat tanah tersebut hidup dilapisan tanah atas dan sangat rakus memakan batang pokok tanaman yang diserang. Ketika siang hari, ulat tanah bersembunyi di dalam tanah tersebut, dan ketika malam hari ulat ini baru mulai menyerang tanaman yang dibudidayakan. Karena sasaran serangnya adalah batang pokok tanaman, gejala yang ditimbulkan pun sangat mudah diidentifikasi. Gejala tersebut adalah rusaknya atau bahkan terpotongnya batang pokok tanaman yang diserang. Potongan terletak tepat diatas permukaan tanah

Hama ini umumnya dikendalikan secara kimia dengan penggunaan insektisida kontak atau lambung seperti Decis 2,5 EC dan Thiodan 35 EC. Sedangkan untuk memperoleh hasil pengendalian yang optimal, pengendalian dapat dlakukan dengan memfumigasi tanah menggunakan fumigan kimia seperti Basamid G atau Furadan G.

Ulat Api (Darna trima Mr., Thosea asigna Mr., dan Setora nitens Wlk.)

Ulat api (Darna trima Mr, Thosea asigna Mr, dan Setora nitens Wlk) adalah salah satu hama penting bagi beberapa komoditas perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa, teh, dan kakao. Ulat yang dalam bahasa Ingris lebih dikenal dengan istilah Nettle Caterpilar ini, memiliki jenis-jenis yang sering merugikan bagi usaha budidaya perkebunan. Jenis-jenis tersebut antara lain Darna trima Mr., Thosea asigna Mr., dan Setora nitens Wlk.
Ulat Api (Darna trima Mr., Thosea asigna Mr., dan Setora nitens Wlk.)

Darna trima Mr.
Siklus hidup ulat api dari jenis Darna trima Mr. dimulai dari fase telur selama 3 sd 5 hari, kemudian fase larva yang dibagi 7 instar selama 36 sd 33 hari, dan fase pupa selama 10 sd 14 hari. Larva ulat api jenis ini berwarna hijau kekuning-kuningan hingga coklat. Setelah menetas, larva muda yang masih berada dalam instar 1 mulai memakan jaringan epidermis bagian bawah dari daun tanaman yang diserang hingga daun menjadi transparan dan nekrosis. Pada instar kedua, serangan ulat daun menjadi sangat ganas dengan memakan semua daun hingga habis dan menyisakan tulang daunnya saja. Untuk kelapa sawit, titik ambang kendali ulat api dari jenis  Darna trima Mr. Adalah 30 ulat per pelepah untuk tanaman belum menghasilkan dan 60 ulat per pelepah untuk tanaman menghasilkan.

Thosea asigna Mr.
Untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya, ulat api dari jenis Thosea asigna Mr. membutuhkan waktu  antara 86 sd 109 hari dengan periode larva  antara 45 sd 59 hari. Larva Thosea asigna Mr. berwarna hijau kekuning-kuningan dan memiliki garis lebar memanjang dengan 3 bercak coklat atau ungu abu-abu. Setelah menetas, larva T. asigna muda yang masih dalam instar 1 membentuk koloni dan memakan hanya bagian bawah epidermis daun saja. Setelah mencapai instar 4, larva mengisolasikan diri dan memakan semua bagian daun hingga jumlah yang sangat besar, yakni 4-5 helai daun. Pada kelapa sawit, ulat api jenis ini umumnya tersebar pada pelepah daun ke 9 sampai 25 dari duduk daun.

Setora nitens Wlk.
Siklus hidup Setora nitens Wlk berlangsung antara 40 sd 70 hari dengan periode larva hingga instar ke 9 selama 18 sd 32 hari. Larva Setora nitens Wlk  muda hidup dalam koloni dan memakan bagian bawah jaringan epidermis daun. Pada fase selanjutnya, larva memakan semua daun dengan menyisakan hanya tulang daunnya saja. Larva Setora nitens Wlk dewasa berwarna hijau agak jingga dan memiliki median ungu yang memanjang dan terputus-putus. Serangan berat Setora nitens Wlk biasanya terjadi saat musim kemarau dan mencapai ambang kendalinya pada fase tanaman sawit belum menghasilkan ketika populasinya mencapai 5 larva per pelepah daun dan pada fase tanaman sawit menghasilkan ketika populasinya mencapai 10 larva per pelepah.

Semua jenis ulat api diatas dapat dikendalikan secara kimia melalui aplikasi insektisida kontak maupun sistemik seperti Decis 2,5 EC, Hostathion 40 EC, dan Thiodan 35 EC.

Sabtu, 22 Juni 2013

Insektisida Nabati

Secara luas insektisida nabati dapat diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan, tingkah laku, mempengaruhi hormon, menghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang mengganggu OPT.  Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.

Insektisida Nabati

Insektisida nabati merupakan salah satu sarana pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan, karena senyawa insektisida yang diekstrak dari tumbuhan tersebut mudah terurai di lingkungan dan relatif aman terhadap mahkluk bukan sasaran.  Insektisida nabati memiliki zat metabolik sekunder yang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, terpenoid, dan zat-zat kimia sekunder lainnya.  Senyawa tersebut ini dapat dimanfaatkan seperti layaknya senyawa pada insektisida sintetik, perbedaannya bahan aktif pestisida nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat lebih dari satu macam (campuran).  Apabila insektisida nabati diaplikasikan pada tanaman yang terinfeksi organisme pengganggu tidak berpengaruh terhadap fotosintesa, pertumbuhan atau aspek fisiologis tanaman lainnya.

Efektivitas bahan alami yang digunakan sebagai insektisida nabati sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman  dan jenis dari tumbuhan tersebut.

Indonesia memiliki 50 famili tumbuhan penghasil racun.  Famili tumbuhan yang dianggap sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Asteraceae, Piperaceae, Annonaceae, dan Rutaceae.  Banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai insektisida maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup tepat.

Ulat Crosi (Crocidolomia binotalis Zeller)


Ulat Crosi (Crocidolomia binotalis Zeller) adalah salah satu hama penting bagi beberapa komoditas hortikultura di Indonesia.  Jika tidak dikontrol dengan baik, serangan ulat crosi terutama di musim kemarau, dapat menyebabkan kerusakan hingga 100% pada tanaman yang dibudidayakan.
Ulat Crosi (Crocidolomia binotalis Zeller)




Ulat crosi diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo Lepidoptera, Famili Pyralidae, Genus Crocidolomia dan  Spesies Crocidolomia binotalis Zell.

Telur ulat crosi berwarna hijau terang dan biasanya terletak di sisi bawah daun tanaman yang diserang.  Sebelum menetas, warna telur crosi berubah dari oranye menjadi kuning-kecoklatan, dan akhirnya menjadi coklat tua.  Telur diletakkan oleh ngengat secara berkelompok dan berlapis (2 sampai 3 lapis) dengan rata-rata jumlah telur sebanyak 120 butir tiap kelompok dan akan menetas setelah 3-6 hari.

Larva yang baru menetas berwarna hitam kehijauan dan menyukai tempat yang agak gelap.  Larva dewasa umumnya  berukuran 15 sampai 21 mm dan memiliki corak berupa tiga garis putih membujur di bagian punggungnya.  Lama stadium larva antara 11-17 hari. Larva membentuk pupa di permukaan tanah.  Pupa berwarna coklat kekuningan dan kemudian menjadi coklat gelap.  Ukuran pupa umumnya sekitar 3 sampai 10 mm dan akan menetas setelah berumur 9-13 hari.

Kerusakan yang disebabkan oleh ulat krosi pada tanaman dapat menjadi masalah serius karena ulat tersebut lebih suka memakan daun muda dan titik tumbuh hingga habis. Larva muda bergerombol di permukaan bawah daun tanaman dan meninggalkan bercak putih pada daun yang diserang.  Larva instar ke tiga sampai ke lima memencar dan menyerang pucuk tanaman sehingga menrusak titik tumbuh.  Akibatnya tanaman akan mati atau minimal batang tanaman akan membentuk cabang.  Larva menyerang secara berkelompok dan dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun saja.  Larva juga memakan batang kubis dengan cara membuat lubang sehingga terjadi pembusukan dan kubis tidak dapat dipanen sama sekali.

Cara mengendalikan ulat crosi pada tanaman budidaya hampir sama dengan pengendalian ulatgrayak, antara lain adalah :
  1. Pengendalian fisik dan mekanik dengan mengambil kelompok telur, membunuh larva dan imago atau mencabut tanaman inang yan terserang ulat crosi.
  2. Pengelolaan tanaman secara kultur teknis dengan cara menanaman varietas tahan hama, penggunaan benih sehat, pergiliran tanaman, dan melakkan sanitasi lahan.
  3. Pemanfaatan musuh alami hama (parasitoid, predator, dan patogen) hama sebagai pengendali ulatgrayak.

Senin, 17 Juni 2013

Ulat Grayak

Ulatgrayak merupakan salah satu hama penting dalam budidaya pertanian, baik itu pertanian tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Hama ini bersifat polifag atau dapat menginang di banyak jenis tanaman sehingga agak sulit dikendalikan.  Ulatgrayak diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia; Filum Arthropoda; Kelas Insekta; Ordo Lepidoptera; Famili Noctuidae; Genus  Spodoptera; dan spesies Spodoptera litura F.

Ulatgrayak merupakan salah satu hama penting dalam budidaya pertanian, baik itu pertanian tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Hama ini bersifat polifag atau dapat menginang di banyak jenis tanaman sehingga agak sulit dikendalikan.  Ulatgrayak diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia; Filum Arthropoda; Kelas Insekta; Ordo Lepidoptera; Famili Noctuidae; Genus  Spodoptera; dan spesies Spodoptera litura F.

Biologi ulatgrayak

Siklus hidup ulatgrayak (dari telur hingga menjadi imago) berlangsung antara 32 hingga 60 hari (rata-rata 36 hari).  Stadia telur berlangsung selama 2 sampai 4 hari sejak imago meletakkan telur hingga menetas menjadi larva (rata-rata 2 hari).  Stadia larva terdiri atas 5 instar dan berlangsung antara 16–43 hari setelah telur menetas hingga menjadi pupa (rata-rata 16 hari).  Lama stadia pupa 8–11 hari (rata-rata 9 hari).  Lama stadia imago 6–12 hari (rata-rata 9 hari).

Tiap imago betina ulatgrayak meletakkan 4–8 kelompok telur dan tiap kelompok terdiri atas 30 sampai lebih dari 500 butir telur (rata-rata 350 butir).  Kemampuan bertelur seekor imago betina ulatgrayak dapat mencapai lebih dari 2.000 butir (dalam waktu 1–2 hari).  Telur berbentuk bulat dan menempel pada daun (kadang-kadang tersusun 2 hingga 3 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 sampai 500 butir) pada daun atau bagian tanaman yang lainnya.  Kelompok telur ulatgrayak tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung imago betina, lama stadia telur ulatgrayak adalah 2−4 hari.

Larva ulatgrayak yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi berwarna coklat tua hingga hitam kecoklatan dan hidup berkelompok.  Pada umur 2 minggu, panjang larva ulatgrayak sekitar 5 cm.  Ulatgrayak mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung berbentuk bulan sabit berwarna hitam pada segmen-segmen abdomen yang ke empat dan ke sepuluh, sedangkan pada sisi lateral dorsal terdapat sebuah garis berwarna kuning.  Stadia ulatgrayak terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 16−43 hari.  Ulatgrayak instar terakhir terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang.

Ulatgrayak yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun.  Larva ulatgrayak instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong.  Biasanya ulatgrayak berada di permukaan bawah daun dan menyerang tanaman secara berkelompok.  Pada intensitas yang berat, serangan ulatgrayak dapat menyebabkan tanaman menjadi gundul karena daun dan buah habis dimakan larva.  Serangan ini pada umumnya terjadi pada musim kemarau.  Pada siang hari,  ulatgrayak bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah.  Biasanya ulatgrayak berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.  Antara lain tanaman yang diserang ulatgrayak adalah cabai, kubis, tomat, tebu, padi, jagung, buncis, jeruk,terung, kentang,  tembakau, bawang merah, kacang-kacangan, kangkung, bayam, pisang, (kedelai, kacang tanah),  dan tanaman hias.

Ulatgrayak berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm.  Lama stadia pupa ulatgrayak 8−11 hari.
  
Imago ulatgrayak berwarna coklat muda.  Sayap imago ulatgrayak bagian depan berwarna coklat hingga keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak-bercak hitam.  Imago ulatgrayak bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari dan sangat tertarik terhadap cahaya.  Pada siang hari, imago ulatgrayak bersembunyi.  Imago ulatgrayak memakan tetesan embun dan nektar.


Minggu, 16 Juni 2013

Pestisida

Pestisida adalah suatu bahan kimia sintetik yang bersifat racun dan dapat digunakan untuk membunuh organisme pengganggu tanaman yang dibudidayakan. Pengendalian organisme pengganggu tanaman menggunakan pestisida memiliki  beberapa keuntungan antara lain sangat efektif, aplikasinya praktis dan elastis (luwes, mudah penggunaannya), kebanyakan cocok/ kompatibel (adaptif, aditif bahkan sinergis) dengan teknik lainnya, relatif lebih murah.


Kerugian menggunakan pestisida antara lain beracun bagi manusia, lingkungan biotik, dan lingkungan abiotik, meninggalkan residu, Timbulnya jenis atau strain organisme pengganggu baru yang kebal terhadap pestisida, menguatnya (resurgensi) populasi organisme pengganggu karena tertekannya musuh alami, biaya pestisida menjadi mahal karena keberhasilan proses produksi sering bergantung pada pestisida, timbulnya hama sekunder menjadi hama utama

Pestisida secara umum dapat digolongkan berdasarkan objek sasaran, fungsi kerja, cara kerja, bahan aktif, dan formulasinya.

Berdasarkan objek sasarannya, pestisida dibedakan menjadi 5 golongan yang antara lain
Insektisida; untuk membunuh serangga,
Bakterisida untuk membunuh bakteri,
Herbisida; untuk membunuh gulma,
Fungisida; untuk membunuh jamur,
Rodentisida; untuk membunuh tikus,

Berdasarkan fungsi kerjanya, pestisida dibedakan menjadi 5 golongan yang antara lain
Untuk menarik serangga disebut atraktan,
Untuk mensterilkan serangga disebut kemosterilan,
Untuk menggugurkan daun disebut defoliant,
Untuk memperlambat, mempercepat, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman disebut zat pengatur tumbuh,
Untuk penolak atau penghalau serangga disebut repellent.

Berdasarkan kandungan bahan aktifnya, pestisida dibedakan menjadi 7 golongan yang antara lain
Golongan organofosfat; pestisida golongan ini umumnya adalah jenis insektisida yang digunakan untuk membasmi serangga berjasad lunak. Jenis pestisida yang termasuk golongan ini adalah diazinon, fention, diklorvos, dimatoat, fenitrotion, fentoat, klorpirifos, kuinalfos, malation
Golongan  klorhidrokarbon; pestisida golongan ini biasanya berupa insektisida, dan pestisida yang masuk dalam golongan ini adalah dieldrin, endosulfan, klordan, dan lindan
Golongan karbamat; pestisida golongan ini biasanya berupa insektisida. Jenis pestisida yang masuk dalam golongan ini adalah karbaril, karbofuran, BPMC, MIPC, dan Propoksur
Golongan dipiridil; pestisida golongan ini biasanya berupa herbisida. Jenis pestisida yang termasuk golongan ini adalah Paraquat diklorida
Golongan arsen; pestisida golongan ini biasanya berupa insektisida untuk mengendalikan rayap kayu dan tanah. Jenis pestisida golongan ini adalah arsen pentoksida dan arsen pentoksida
Golongan antikoagulan; pestisida golongan ini biasanya berupa rodentisida. Jenis pestisida golongan ini adalah brodifakum, difasionon, kumatettralil, kumaklor, kumarin, wartarin
Golongan seng fosfida; pestisida golongan ini biasanya berupa rodentisida

Pestisida dibuat dalam formulasi yang disesuaikan dengan sifat bahan, cara kerja, objek sasaran. Formulasi tersebut merupakan komposisi bahan aktif, bahan pembawa, dan bahan tambahan lain untuk membantu proses kerja. Berdasarkan formulasinya, pestisida dibedakan menjadi 6 golongan yang antara lain

Cairan emulsi; Biasanya berupa cairan pekat yang jika dicampur dengan pelarut akan membentuk emulsi. Komposisi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari tiga komponen yaitu bahan aktif, pelarut serta perata. Pestisida formulasi ini dapat mudah dikenali dengan membaca label nama dagang. Biasanya di belakang nama dagang diikuti singkatan ES (Emulsifiable solution), atau WSC (Water Soluable Concentrate), atau E (Emulsifiable), atau S (Solution).
Butiran (Granular); Biasanya berupa butiran dengan ukuran 20-80 mesh yang merupakan komposisi bahan aktif antara 2 – 25%, bahan pembawa yang berupa talk (serbuk) dan kuarsa. Pestisida kelompok ini, di belakang nama dagangnya tercantum singkatan G (Granular) atau WDG (Water Dispersible Granule).
Debu (Dust); Komposisi pestisida formulasi debu terdiri dari bahan aktif dan talk. Nama dagang kelompok formulasi debu biasanya diikuti singkatan D (Dust)
Tepung (Powder); Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah liat dan talk (biasanya 50 – 75%). Dibelakang nama dagang pestisida formulasi tepung diikuti singkatan WP (Wettable Powder) atau WSP (Water Soluable Powder) atau SP (Soluable Powder)
Minyak (Oil); Bahan dengan formulasi ini biasanya dicampur minyak seperti xiten, korosen atau aminoester. Pestisida ini sering juga disebut SCO (Solluble Concentrate in Oil)
Fumigansia (Fumigant); Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang biasa digunakan di gudang penyimpanan.

Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibedakan menjadi 4 golongan yang antara lain

Pestisida kontak; memiliki daya bunuh apabila organisme pengganggu terkena langsung oleh bahan aktif pestisida.
Pestisida sistemik; dapat ditranslokasikan oleh tanaman, sehingga hama akan mati setelah mengkonsumsi cairan jaringan tanaman tersebut.
Pestisida lambung atau perut; memiliki daya bunuh apabila sistem pencernaan terkena  oleh bahan aktif pestisida.
Pestisida pernafasan; memiliki daya bunuh apabila organisme system pernafasan organisme pengganggu terkena oleh bahan aktif pestisida.

Sabtu, 15 Juni 2013

Strategi Pengendalian Hama

Strategi pengendalian hama adalah perencanaan menyeluruh pengendalian keberadaan dan populasi hama yang menyerang dan menimbulkan permasalahan dalam kegiatan usaha budidaya pertanian. Pemilihan strategi  pengendalian hama tergantung pada berbagai aspek yang antara lain karakteristik hama yang menyerang, tanaman yang akan dilindungi, dan prinsip ekonomi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka strategi yang bisa dipilih untuk mengendalikan hama adalah sebagai berikut :

Strategi Pengendalian Hama Hayari NPV

1.  Strategi tidak melakukan tindakan apa-apa
Pada strategi ini, petani tidak melakukan tindakan apapun dalam mengatasi hama yang menyerang tanaman. Dengan catatan strategi ini dilakukan apabila keberadaan hama tidak sampai mengakibatkan kerusakan ekonomis (berada di bawah ambang ekonomi).

2.  Menurunkan jumlah populasi hama

Strategi menurunkan populasi merupakan strategi yang paling banyak dipakai dalam pengendalian hama. Strategi ini dilakukan apabila kepadatan populasi hama menyebabkan kerusakan yang ditimbulkannya mencapai atau melebihi ambang ekonomi. Selain itu, strategi ini juga dilakukan sebagai tindakan preventif yang didasarkan pada sejarah masalah hama tersebut. Secara umum, ada dua strategi utama yang dapat dilakukan untuk menurunkan populasi hama. Kedua strategi tersebut antara lain:
  1. Mengurangi populasi hama secara perlahan; apabila keseimbangan umum (general equilibrium posisition) hama lebih rendah dibanding ambang ekonominya (AE), dan
  2. penurunan populasi secara drastis apabila keseimbangan umum (general equilibrium posisition) terletak sangat dekat atau berada di atas ambang ekonominya. Metode yang dapat digunakan dalam penerapan strategi ini adalah penggunaan pestisida, kultivar resisten, musuh alami, kultivar resisten, modifikasi ekologi, penggunaan pengatur perkembangan serangga (Insect Growth Regulator), pelepasan jantan modul, penggunaan perangkap pembunuh, atau penggunaan bahan kimia yang dapat mengacau aktivitas perkawinan.

3.  Menurunkan kerentanan tanaman akibat luka oleh hama
Penurunan kerentanan tanaman akibat luka oleh hama dilakukan dengan melakukan modifikasi tanaman inang atau dengan pengelolaan lingkungan tanaman. Menurunkan kerentanan tanaman akibat luka oleh hama dapat dilakukan dengan 2 strategi yang antara lain:
  1. melakukan rekayasa genetika pada tanaman agar lebih tahan (resisten) terhadap serangan hama, (teknik ini sering disebut sebagai teknik ketahanan genetik atau ketahanan sejati karena bergantung pada modifikasi lingkungan)
  2. meningkatkan kemampuan daya hidup tanaman dengan pemupukan atau perubahan waktu tanam untuk mengganggu keselarasan antara hama dengan stadium tanaman yang peka terhadap hama.

4.  Kombinasi atau gabungan antara menurunkan populasi hama dengan menurunkan kerentanan tanaman
Pengkombinasian strategi menurunkan jumlah populasi hama dan menurunkan kerentanan tanaman terhadap hama dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal. Strategi ini dapat juga disebut sebagai penerapan teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) secara lebih komprehensif.

Jumat, 14 Juni 2013

Hama Ulat Penggulung Pucuk Tanaman Teh

Ulat Penggulung Pucuk (Cydia leucostoma) adalah salah satu hama penting yang serangannya sering menimbulkan kerugian besar bagi usaha budidaya pertanian teh. Seperti yang kita ketahui bahwa, bagian tanaman teh yang dipanen adalah pucuk daunnya. Jika pucuk daun teh ini kemudian dirusak oleh keberadaan ulat penggulung pucuk, tentu panen akan gagal dan berimbas pada kerugian bagi petani, baik itu kerugian finansial maupun kerugian psikologis.


Ulat penggulung pucuk yang tergolong ke dalam Famili Tortricidae dan Ordo Lepidoptera ini, menggulung pucuk daun teh menggunakan benang-benang halus yang diproduksi oleh mulutnya. Benang-benang halus tersebut digunakan untuk mengikat rekatan antara daun-daun di pucuk. Gulungan daun di pucuk tersebut digunakan sebagai pembungkus ulat yang akan berubah menjadi kepompong.

Daur hidup:
Ngengat betina bertelur di daun pucuk tanaman teh. Daun yang diletakkan berjumlah 1 sampai 2 buah. Setelah telur menetas menjadi ulat, ulat tersebut kemudian merayap ke pucuk daun dan masuk ke dalamnya. Setelah masuk, ulatpun mulai makan. Secara bertahap, ulat kemudian membuat semacam sarang gulungan di pucuk daun. Di sarang tersebut, ulat makan dan tinggal. Kemudian 2 hari sebelum menjadi kepompong, ulat penggulung berhenti makan dan mulai melipat daun-daun yang ada dipinggirnya untuk mempertebal sarang. Dalam usaha metamorfosis, ulat membuat kokon putih dan kemudian menjadi kepompong. Setelah fase tersebut, kepompong kemudian berubah menjadi ngengat dan keluar dari kepompong pada jam 8:00 hingga 15:00.

Sabtu, 08 Juni 2013

Pengertian dan Penggolongan Hama

Hama adalah semua organisme atau agensia biotik (serangga, vertebrata, tungau, bakteri, virus, cendawan, cacing/nematoda, dan tumbuhan atau gulma) yang merusak tanaman atau hasil tanaman dengan cara-cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia. Berdasarkan tingkat serangannya, hama digolongkan menjadi hama potensial, hama utama, hama reguler,   hama tidak penting, hama sewaktu-waktu, dan hama endemik.


  1. Hama potensial adalah semua organisme yang berpotensi menimbulkan kerugian pada manusia. Pada saat organisme tersebut berstatus sebagai hama potensial perkembangan populasinya terhalangi oleh kondisi lingkungan (fisik dan biotik).  Apabila kondisi lingkungan tersebut menunjang perkembangan populasi organisme tersebut, maka mungkin saja diantaranya akan berubah status menjadi hama utama (key pest).
  2. Hama utama (key pest) yaitu hama yang selalu ada dan menyebabkan kerugian secara ekonomi dengan persentase yang lebih bersar daripada hama lainnya.  Misalnya hama penggerek buah kopi (Hipothenemus hampei) dan hama penghisap buah lada (Dasynus piperis china).
  3. Hama tidak penting (minor pest), adalah hama yang menyerang tanaman, tetapi hanya sedikit sekali menyebabkan kerugian secara ekonomi. Hama ini timbulnya pun hanya sewaktu-waktu, maka disebut juga hama sewaktu-waktu (occasional pest).
  4. Hama reguler (reguler pest) adalah bila suatu spesies hama selalu timbul, misalnya hama tikus pada tanaman kelapa sawit, sebab hama ini selalu timbul di mana saja dan menyebabkan kerugian secara ekonomi, meskipun intensitas dan luas serangannya bervariasi antar musim.   
  5. Hama endemik (endemic pest) adalah hama yang selalu timbul di tempat atau daerah tertentu, sedangkan di daerah lain jarang terjadi, misalnya hama gajah di Lampung Timur.